Selasa, 09 Juni 2009

Politisasi Agama

Isu kerudung istri capres dan cawapres segera menyulut perdebatan tentang politisasi agama. Isu ini digunakan untuk menyerang kesolehan lawan politik. Terutama berkembang di kalangan kaum santri di perkotaan maupun daerah pinggiran.Di sisi lain, penggunaan isu kerudung dan agama dianggap sebagai politisasi agama yang berbahaya karena mengancam Negara dan pluralitas, sikap sekterian dan eksklusif.

Kita tentu tidak setuju kalau agama hanya digunakan untuk kepentingan politik jangka pendek memenangkan pemilu. Apalagi kemudian setelah menang pemilu, agama ditinggalkan seperti yang selama ini terjadi. Elit-elit politik cendrung mendadak Islami menjelang pemilu. Mulai dari pakai kopiah – meskipun tidak selalu mencerminkan Islam-, sholat jum’at , sampai kunjungan ke pesantren dan majelis ta’lim. Setelah menang pemilu, wassalam.

Tentu juga sangat naïf, kalau penggunaan kerudung atau kesolehan individual para elit politik dijadikan satu-satunya dasar untuk pilihan politik. Kesolehan ritual para elit sangat penting , namun tidaklah cukup untuk menyelesaikan masalah bangsa dan Negara ini. Sebab, masalah bangsa dan Negara adalah persoalan system, yakni diterapkannya system kapitalisme. Inilah yang menjadi pangkal kerusakan dan kehancuran negara ini.

Kita membutuhkan bukan sekedar pemimpin yang soleh secara ritual. Tapi pemimpin yang mau mencampakkan ideology dan system kapitalisme menggantikannya dengan penerapan syariah Islam dalam segala aspek kehidupan. Sekali lagi bukan berarti pemimpin yang sholeh secara ritual tidak baik, tapi tidak cukup.

Masalah system harus juga diselesaikan secara system. Di sinilah relevansi institusi Khilafah yang akan melegalkan penerapan syariah Islam dalam segenapa aspek kehidupan.Kita membutuhkan penerapan syariah Islam yang bukan sekedar simbol, tapi bukan berarti kita menolak symbol-simbol Islam. Kita membutuhkan symbol Islam sekaligus penerapan syariah Islam sejati yang menyeluruh .

Disisi lain kita juga mengecam sikap alergi syariah (syariahphobia) para elit sekuler. Tudingan serampangan, bahwa setiap penggunaan syariah Islam berarti politisasi agama adalah murahan. Menyempitkan agama dengan menganggap itu persoalan pribadi adalah keliru besar. Apalagi kalau itu ditujukan kepada Islam. Sebab syariah Islam mengatur seluruh aspek kehidupan termasuk ekonomi, politik, pendidikan dan aspek social lainnya. Pem’bonsai’an agama yang dilakukan para sekuleris justru membuat agama mandul untuk menyelesaikan persoalan masyarakat.

Sekali lagi kita perlu menegaskan Negara ini hancur justru karena diterapkan ideology kapitalisme sekuler dan dicampakkannya syariah Islam. Syariah Islam berasal dari Allah SWT yang Maha Sempurna, mustahil mencelakakan manusia. Penerapan syariah Islam akan menyelamatkan bangsa dan Negara ini. Imam Al Ghozali telah mengingatkan kita dalam kitabnya Al Iqtishod fil I’tiqod tentang pentingnya agama menjadi asas bermasyarakat dan Negara sebagai pilar yang menjaga masyarakat dan agama.

Termasuk tudingan bahwa syariah Islam mengancam pluritas adalah kebohongan. Islam mengakui realita ada perbedaan suku, ras , warna kulit ditengah masyarakat untuk saling kenal mengenal (ta’aruf). Yang diharamkan Islam adalah ketika suku,ras, dan atau kebangsaan, menjadi ikatan tertinggi dan termulia yang menjadi dasar yang menyatukan. Apalagi kalau kemulian diukur berdasarkan suku, ras, atau kebangsaan.

Manusia akan terkotak-kotak kalau ini terjadi. Ini juga akan mengancam persatuan dan kesatuan umat Islam. Sebab ikatan yang paling mulia dan tertinggi adalah hablullah (tali Allah) yakni Al Qur’an. Atas dasar ikatan aqidah ini, Islam menyatukan manusia diseluruh dunia lintas bangsa, ras, dan warna kulit. Dalam Islam, ukuran kemulian seseorang dan sebuah bangsa adalah ketaqwaannya kepada Allah SWT, apakah menjalankan aturan Allah SWT atau tidak. Siapapun bisa menjadi taqwa tidak peduli bangsa, warna kulit, atau jenis kelamin.

Secara historis terbukti khilafah Islam menjadi Negara adi daya yang menyatukan berbagai ras, warna kulit, bangsa, suku, termasuk berbagai agama. Islam tersebar ke berbagai kawasan dunia mulai dari jazirah Arab, Afrika, Eropa hingga ke Asia. Pengakuan jujur tampak dari pernyataan Carleton, menurutnya : Peradaban Islam merupakan peradaban terbesar di dunia. Peradaban Islam sanggup menciptakan negara adi daya dunia (superstate) terbentang dari satu samudera ke samudera yang lain; dari iklim utara hingga tropis dengan ratusan juta orang di dalamnya , dengan perbedaan kepercayaan dan suku (Carleton : “ Technology, Business, and Our Way of Life: What Next)

Syariah Islam juga bukan hanya untuk kebaikan muslim. Islam adalah agama rahmatan lil ‘alamin. Kalau syariah Islam diterapkan akan memberikan kebaikan bukan hanya kepada muslim tapi non muslim. Jaminan kebutuhan pokok perindividu berlaku juga bagi non muslim. Termasuk jaminan pendidikan gratis, kesehatan gratis dan keamanan.

Terakhir, pantas kita menyimak T.W. Arnold dalam bukunya The Preaching of Islam yang menyatakan: “Kala Konstantinopel dibuka oleh keadilan Islam pada 1453, Sultan Muhammad II menyatakan dirinya sebagai pelindung Gereja Yunani. Penindasan pada kaum Kristen dilarang keras, dan untuk itu dikeluarkan sebuah Dekrit yang memerintahkan penjagaan keamanan pada Uskup Agung yang baru terpilih, Gennadios, beserta seluruh uskup dan para penerusnya. Hal yang tak pernah didapatkan dari penguasa sebelumnya. Gennadios diberi staf keuskupan oleh Sultan sendiri. Sang Uskup juga berhak meminta perhatian pemerintah dan keputusan Sultan untuk menyikapi para gubernur yang tidak adil.” (Farid Wajdi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar