Sabtu, 31 Januari 2009

Kepekaan Spiritual

Allah Swt. berfirman (yang artinya): Wahai orang-orang yang beriman, berimanlah…! (QS an-Nisa’ [4]: 136).

Di dalam tafsirnya, Ibn Katsir menyatakan, ayat ini tidak terkait dengan tahshîl al-hâshil (yakni agar mereka beriman; karena iman memang sudah ada pada orang-orang Mukmin), tetapi terkait dengan takmîl al-kâmil (yakni agar mereka menyempurnakan iman yang sudah ada).

Penafsiran ini tampaknya sesuai dengan sebuah sabda Nabi saw., “Jaddidû dînakum/îmânakum (Perbaruilah agama/iman kalian)!” (HR at-Tirmidzi dan Ahmad).

Pembaruan iman sangatlah penting bagi setiap Muslim, apalagi para aktivis dakwah. Pasalnya, sering karena kesibukan dalam menjalankan tugas-tugas dakwah, ditambah lagi dengan kesibukan mencari nafkah atau mengurus rumah tangga, para aktivis dakwah tidak sempat lagi ’mengurusi’ kalbunya. Tahu-tahu kalbunya sudah ’hitam pekat’; dipenuhi dengan noda akibat dosa-dosa kecil ataupun berbagai kelalaian yang tidak terasa sering ia lakukan.

Kata Imam al-Ghazali, kalbu itu ibarat cermin. Saat seseorang melakukan satu dosa/maksiat, maka satu noktah hitam menodai kalbunya. Semakin banyak dosa, semakin banyak noktah hitam itu menutupi kalbunya. Jika sudah tertutupi banyak noktah hitam, kalbu yang ibarat cermin itu tidak bisa lagi digunakan untuk bercermin; untuk ’mengaca diri’ dan mengevaluasi diri. Saat demikian, kepekaan spiritual biasanya akan lenyap dari dirinya. Jika sudah seperti itu, jangankan dosa kecil, apalagi sekadar berbuat makruh dan melakukan banyak hal mubah yang melalaikan, dosa besar sekalipun mungkin tidak lagi dianggap besar. Jangankan meninggalkan hal sunnah, meninggalkan kewajiban pun mungkin sudah dianggap biasa. Pasalnya, kepekaan kalbunya nyaris hilang; tidak lagi mampu mendeteksi dosa, apalagi dosa yang dianggap kecil.

Padahal, lihatlah kepekaan Abu Utsman an-Naisaburi. Suatu saat, pernah sandalnya putus dalam perjalanannya untuk shalat Jumat dan ia butuh waktu satu jam untuk memperbaikinya. Ia lalu berkata, “Sandal ini putus mungkin karena aku tidak mandi hari Jumat.”

Seorang generasi salaf juga pernah berkata, “Aku pernah menganggap sepele sesuap makanan (yang syubhat), lalu aku memakannya. Sekarang, aku seperti kembali ke empat puluh tahun yang lalu.”

Demikianlah. Maksiat itu tidak jarang melahirkan maksiat yang lain. Jika maksiat sering dikerjakan maka terjadilah akumulasi maksiat. Dosa-dosa kecil pun akhirnya menjadi besar.

Pengabaian perkara ini secara berlarut-larut tanpa penanganan serius sering menjadikan aktivis dakwah berkurang kadar ‘keimanan’ dan amal-amal batiniahnya, semisal ikhlas. Bahkan amaliah batin lainnya—seperti jujur, yakin, zuhud, tawakal, takut, tobat, berserah diri dan cinta kepada Allah SWT—mungkin juga hilang dari dirinya. Semua itu sering terjadi karena ia mengabaikan kalbunya.

Dalam kondisi demikian, boleh jadi seorang aktivis dakwah menjadi hanya banyak berkata-kata yang tidak berguna, makan secara berlebihan, berinteraksi dengan orang lain bukan demi kemaslahatan dakwah, banyak tidur dan bermalas-malasan, menghabiskan waktunya untuk hal-hal yang tidak ada faedahnya—meski mungkin tidak menjurus pada hal-hal yang haram atau makruh.

Akibat lanjutannya, nuansa spiritual hilang dari kehidupannya. Dakwahnya terjebak dalam rutinitas. Pengaruhnya tak lagi membekas. Kata-katanya kering dari nilai-nilai ruhiah. Retorikanya tak lagi menggugah, apalagi mendorong orang untuk segera menjemput hidayah dan ber-taqarrub kepada Allah. Bahkan tidak jarang, ghîrah dakwahnya menurun, dan himmah-nya pun tak lagi menyala-nyala; sedikit demi sedikit meredup hingga akhirnya padam.

Seorang aktivis dakwah yang mengalami hal-hal semacam ini tentu tidak boleh terlena dan berdiam diri. Ia harus segara bangkit dan segera memperbarui imannya.

Banyak sarana yang bisa digunakan untuk memperbarui iman. Sekadar contoh: ziarah kubur; mengunjungi orang-orang salih, orang-orang bertakwa, ulama terpercaya, para mujahid dan orang-orang ikhlas; membaca sekaligus menyelami sirah generasi salaf, para ahli ibadah, orang-orang zuhud, para mujahid, para pembela kebenaran, orang-orang sabar dan orang-orang bersyukur; meningkatkan porsi ibadah; menyendiri (ber-khalwat) setiap hari atau dari waktu ke waktu walaupun cuma sebentar; memperbanyak khatam al-Quran, berdoa, qiyâmul layl, bersedekah lebih banyak daripada sebelumnya; dsb.

Membaca biografi mujahid seperti Khalid bin al-Walid, misalnya, akan mampu membuat seorang aktivis dakwah meremehkan dunia, syahwat dan kenikmatannya yang bersifat sesaat; membuat dirinya selalu mencintai kematian, tentu di jalan kemuliaan.

Membaca biografi orang-orang zuhud dan salih akan menumbuhkan kezuhudan dan kesalihan dalam kalbunya. Membaca biografi para ahli ibadah akan mampu mendidik jiwa untuk gemar melakukan qiyâmul layl, shaum sunnah, zikir, berdoa, khusyuk dan menangis karena takut Allah SWT. Membaca biografi orang-orang yang gemar bertobat dapat menumbuhkan benih-benih tobat dalam kalbunya; juga membuka ‘kran-kran’ airmata penyesalan pada dirinya yang tadinya tidak kenal menangis karena takut Allah SWT.

Sarana lain untuk memperbarui iman ialah menyendiri (khalwat) dengan dirinya sendiri; di luar qiyâmul layl, zikir dan membaca al-Quran. Disebutkan dalam salah satu atsar bahwa orang berakal mempunyai empat waktu. Salah satunya ialah saat ia menyendiri dengan dirinya sendiri (khalwat).

Ber-khalwat sangat urgen bagi aktivis dakwah. Dengan ber-khalwat ia dapat ‘berduaan’ dengan Allah SWT, damai dan dekat dengan-Nya, serta merasakan lezatnya bermunajat kepada-Nya. Dengan ber-khalwat aktivis Islam juga dapat mengevaluasi dirinya. Ketika ber-khalwat ia ingat akan dosa-dosa sekaligus menumpahkan airmata penyesalan dan tobat kepada-Nya. Ia semakin takut kepada Allah SWT; malu, cinta dan tunduk pada kebesaran-Nya.

Semua upaya itu, insya Allah, akan mengembalikan kepekaan spiritual dalam diri seorang aktivis dakwah, karena setiap waktu imannya adalah iman yang selalu baru; iman yang semakin menghujam dalam kalbu. Wa mâ tawfîqî illâ billâh. [Arief B. Iskandar]

Jumat, 30 Januari 2009

Angka Bunuh Diri Militer AS Naik Hampir 100%


WASHINGTON - Laporan militer Amerika Serikat yang dirilis Selasa pekan ini menyebutkan, angka bunuh diri di kalangan tentara AS pada 2008 naik hampir 100 persen.

Data statistik militer AS yang dikutip CNN, Kamis (29/1/2009) menyebutkan selama 2008 terjadi 128 kasus bunuh diri. Di samping itu, pihak militer juga masih menyelidiki 15 kasus lainnya yang melibatkan tentara aktif dan pasukan Garda Nasional.

Angka tersebut meningkat hampir 100 persen bila dibanding 2007 yang dilaporkan sebanyak 115 kasus.

Jika di rata-rata angka bunuh diri selama 2008 tersebut berarti 22,2 dari 100.000 tentara AS. Militer AS juga menginformasikan bahwa kasus bunuh diri yang terjadi selama 2008 itu, merupakan yang terbanyak dalam 28 tahun terakhir. (okezone.com, 29/01/09)

Rabu, 28 Januari 2009

HIP seri ke-3: "BARACK OBAMA dan Masa Depan Dunia Islam"


Halqoh Islam dan Peradaban Seri ke-3 dilaksanakan oleh HTI kota Makassar yang bertemakan "Barack Obama dan Masa Depan Dunia Islam" diselenggarakan pada hari Ahad, 25 Januari 2009 dimulai pada pukul 08.30 dan berakhir pada pukul 12.00 Wita menjelang shalat dhuhur. Kegiatan ini berlangsung di Masjid AQSA Jl. Maipa Makassar, kegiatan dimulai dengan sambutan dari Ust. Arman Kamaruddin, ST, MT kemudian dilanjutkan dengan pemutaran film seputar kemenangan dan pelantikan Barack Obama sebagai presiden Amerika Serikat.
Alhamdulillah kegiatan ini dihadiri oleh sejumlah tokoh dari berbagai macam ormas, masyarakat umum dan mahasiswa. Peserta yang menghadiri kegiatan Halqoh ini diperkirakan sekitar 100 orang dan peserta sangat antusias mendengarkan pemaparan dari para pemateri dalam kegiatan HIP tersebut.
Hadir sebagai pembicara dalam kegiatan ini : (1) Drs. H. Bahar Ngintung (Politisi Makassar) yang kebetulan juga merupakan salah seorang caleg yang sangat terinspirasi oleh Obama, di Makassar sendiri beliau menghabiskan dana untuk membuat baliho-baliho yang tersebar hampir diseluruh sudut kota Makassar hingga Euphoria kemenangan Obama sangat terasa di Makassar. Dalam pemaparannya beliau mengatakan kita masih bisa menggantungkan harapan kepada Obama, saya kira pernyataan ini wajar terucap dari lisan beliau disebabkan karena kurangnya kepekaan ideologis yang dimilikinya untuk melihat permasalahan Dunia Islam saat ini dan nasib dari kaum muslimin terkhusus diwilayah timur tengah dan palestina yang hingga saat ini masih dibombardir oleh Zionis Isreal laknatullah Alaih. Pembicara yang ke- (2) Prof. Dr. Basyir Syam, MA (Dosen FISIP Unhas/Pemikiran Politik Timur Tengah) beliau datang terlambat disebabkan karena baru saja pulang dari Manado untuk mengisi kegiatan Seminar Pendidikan disana, tetapi karena kegigihan dari panitia yang menghubunginya yang juga salah seorang mahasiswanya di FISIP Unhas akhirnya beliau sempat hadir dan memberikan pemaparan dalam kegiatan HIP tersebut. Beliau mengungkapkan bahwa sejatinya kita tidak bisa berharap kepada orang kafir terutama Obama, namun disisi lain kita pun juga harus melihat sikap Obama yang sehari setelah pelantikannya menghapuskan penjara Guantanamo dan menelpon perdana menteri Ehud Olmert itu dinilai oleh beliau sebagai langkah maju jika dibandingkan dengan pemerintahan Bush. Tetapi secara pribadi beliau sangat mendukung perjuangan Hizbut Tahrir untuk menegakkan kembali Khilafah Islamiyah dan kehidupan Islam walaupun ada sedikit perbedaan antara beliau dengan pendapat hizbut tahrir dalam hal kenegaraan. Namun beliau juga tetap memotivasi para pejuang penegak syariah dan khilafah untuk terus konsisten dalam perjuangannya "sebagai cita-cita Khilafah Islamiyah bukanlah merupakan hal yang mustahil" ungkap beliau. Semoga Allah SWT membukakan pintu hatinya untuk menanggalkan sikap pragmatis yang masih melekat. Kemudian pembicara yang terakhir (3) Ust. Ahmad Gadang, S. Hut (Lajnah Siyasiy DPD I HTI Sul-Sel) beliau memaparkan bahwa sebagai kaum muslimin kita tidak boleh berharap kepada Barack Obama karena sesungguhnya Amerika adalah sebuah negara yang mengusung Ideologi Kapitalisme, sikapnya terhadap kaum muslimin dan dunia islam akan sama saja yang berubah hanyalah uslub siyasiy yang lebih mengedepankan smart power tetapi pada hakekatnya amerika akan tetap mempertahankan hegemoni dan imperialisme-nya atas dunia Islam dan menekan gerakan islam ideologis sebagai lawan ideologi mereka. Oleh sebab itu kita tidak boleh berharap dan percaya kepada Obama karena Amerika bukanlah Obama saja tetapi sebuah institusi yang mengemban ideologi Kapitalisme. Hanya kepada Khilafah kita harus berharap. Acara ini dipandu oleh moderator Ustadz Bahrul Ulum, S. Pd.
Pada sesi tanya jawab terjadi perdebatan yang sangat seru seputar tema dan pemaparan yang diangkat oleh para narasumber, tetapi perdebatannya tetap pada kerangka yang arif dan bijaksana juga sebagai bentuk dari kesadaran kaum muslimin untuk memperjuangkan islam. Acara berakhir secara tertib dan teratur disertai pemutaran film dokumenter tentang palestina dan keharusan menegakkan khilafah.

"SAATNYA KHILAFAH MEMIMPIN DUNIA"
(Danial Darwis)

Senin, 26 Januari 2009

Fatwa Haram Golput Langgengkan Bobroknya Politik Indonesia


MUI mengeluarkan fatwa golput haram selama masih ada calon yang layak dipilih. Namun dengan fatwa tersebut MUI dinilai melanggengkan bobroknya sistem politik di Indonesia.

“Kalau mereka dilarang untuk golput justru menjustifikasi sistem politik yang tidak baik. Fatwa harusnya menganjurkan kepada kebaikan,” jelas pengamat politik Indobarometer M Qodari kepada detikcom, Senin (26/1/2009).

Qodari menjelaskan banyak masyarakat tidak memilih atau golput karena merasa aspirasinya tidak terwakili. Rendahnya angka keikutsertaan masyarakat dalam pemilu ini harusnya menjadi pelajaran bagi politisi untuk meningkatkan kinerjanya sehingga dipilih.

“Tapi kalau golput diharamkan maka parpol dan politisi tidak mendapat pelajaran karena angka keikutsertaan pemilih tetap tinggi,” jelas Qodari.

Terlepas dari adanya unsur politis atau tidak dalam fatwa ini, Qodari melihat MUI kurang melihat realitas di lapangan. Menurutnya lagi dengan fatwa ini juga keuntungan belum tentu berpihak pada partai Islam saja.

“Golput terjadi tidak di partai Islam saja tapi juga di partai nasionalis. Saya kira merata,” pungkasnya. (detik.com, 26/01/09)

S@at-nya Berubah Kawan

Manusia senantiasa mengalami berbagai macam peristiwa di dalam kehidupannya, entah itu peristiwa menyenangkan ataukah menyakitkan. Tetapi satu yang pasti bahwa setiap peristiwa yang melanda seseorang pasti ada makna dibaliknya, untuk dijadikan sebagai sarana muhasabah diri agar menjadi individu yang lebih baik lagi kedepan. Saatnya berubah kawan, itulah kata yang harus ditanamkan didalam hati kita sebab sesungguhnya hidup ini dinamis dan kita harus bisa mengimbangi kehidupan yang dinamis tersebut agar mampu menjadi insan yang lebih baik lagi dikemudian hari. Adakalanya seseorang menyakiti hatimu dan membuatmu menjadi tidak tenang, ada kalanya pula terjadi hal yang sebaliknya seseorang membuatmu menjadi senang. Tetapi satu yang pasti Engkau harus tegar bagikan batu karang dan punya komitmen yang tinggi dalam menghadapi kehidupan ini. Yakinlah bahwa Allah tengah mempersiapkan sesuatu yang spesial bagimu dikemudian hari. Belajar dan terus belajar, menjalani kehidupan dengan senantiasa berpegang pada aturan ilahi rabbi. Maju kawan, REVOLUSI MENANTI DI DEPAN MATA. Berubahlah menjadi individu yang lebih baik menyelami berbagai perkara dan kejadia yang dihadapi dalam kehidupan ini.
ALLAHU AKBAR.........ALLAHU AKBAR.........ALLAHU AKBAR

Surat Ummu Taqi dari Gaza


Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Akhwat dan Ikhwan sekalian yang saya cintai, pada kesempatan ini saya ingin mengirimkan salam dari akhwat dan ikhwan di Gaza. Dengarlah situasi yang kami hadapi dan ceritakan ini pada semua orang yang anda kenal dan tidak anda kenal.

Ketika Zionis menyerang kami tanggal 27 Desember 2008, sebenarnya mereka tidak hanya menyerang Hamas, dan kaum muslimin di Gaza, tapi mereka menyerang umat Islam keseluruhan. Mereka menyerang Islam dengan harapan bahwa mereka akan dapat melemahkan dan akhirnya menghancurkan Islam dan umat Muhammad SAW.

Dan mereka tidak akan pernah berhenti di sini. Mereka ingin merampas Al Aqsa yang kita cintai, mereka ingin Tepi Barat dan percayalah kepadaku jika saya katakan bahwa mereka ingin seluruh Timur Tengah.

Namun mereka tidak akan pernah berhasil. Mereka tidak akan pernah bisa memadamkan cahaya Allah. Insya Allah.

Situasi yang kami hadapi ini sungguh-sungguh mencekam tetapi Iman kami masih kuat Alhamdulillah, walaupun kami tidak memiliki air, dan apabila memang ada, maka air itu sudah tercemar dan mengandung penyakit. Kami tidak memiliki uang untuk membeli air mineral. Apabila kita menemukan uang untuk membeli dari penjualnya maka sangat berbahaya bagi kami untuk bepergian untuk mendapat pasokan air yang baru. Kami tidak memiliki gas, dan kami sudah tidak memilikinya selama empat bulan terakhir. Kami memasak sedikit makanan yang kami masak dengan api yang kita telah pelajari untuk mempersiapkannya.

Semua pria disini telah kehilangan pekerjaannya. Saat ini mereka menghabiskan waktu di rumah. Suami saya dapat menghabiskan waktu sehari pergi dari satu tempat ke tempat lain hanya untuk mendapatkan air yang sangat kami perlukan. Dia biasanya kembali dengan tangan hampa. Tidak ada sekolah, tidak ada bank dimana kita dapat menarik uang. Hanya sedikit rumah sakit yang buka bagi orang-orang yang terluka. Anda selalu menyadari risiko yang akan anda hadapi ketika anda keluar rumah dan ketika Anda berada dalam ruangan. Mereka mengenakan jam malam kepada kami antara jam 1-4 sore. Mereka bilang, kita dapat keluar dengan aman untuk mendapatkan kebutuhan kami, tapi itu adalah dusta. Mereka seringkali punya kesempatan untuk menambah syuhada ke dalam daftar mereka.

Sehari kami makan nasi dan keesokan harinya kami makan roti. Daging dan susu adalah barang mewah. Mereka menggunakan bahan kimia di daerah-daerah perbatasan. Mereka tidak hanya membunuh kami dengan peluru dan tank-tank dan pesawat-pesawat B52, tetapi juga mereka membunuh kami secara perlahan dengan membuat anak-anak kami kelaparan, yang menyebabkan munculnya penyakit yang sulit digambarkan yang disebabkan bahan kimia itu dan mereka tertawa atas penderitaan kami yang berkepanjangan dan tak tertahankan ini.

Tapi atas semua hal ini kami diberitahu bahwa orang-orang berdemonstrasi di seluruh dunia. MashAllah, kenyataan bahwa Anda pergi ke kedutaan-kedutaan besar dan meninggalkan rumah Anda benar-benar membuat kami merasa bahwa kami tidak sendirian dalam perjuangan ini.

Tapi Anda dapat pulang pada malam hari dan mengunci pintu. Kami tidak dapat melakukan itu. Saya harus meninggalkan rumah saya di lantai dua setiap malam dan tinggal dengan kakak saya di lantai dasar. Karena seandainya terjadi serangan, kami bisa cepat-cepat keluar dari lantai dasar.

Tetapi umat bertanya-tanya di manakah tentara kaum Muslim? Di manakah kemenangan? Dan di manakah pemimpin sejati kita yang akan menyelamatkan kita dari kematian? Di manakah tentara Salahudin Ayubi? Jangan berharap pada PBB, mereka mengakui Israel sebagai sebuah Negara pada tahun 1949 dan mengunci nasib kami menjadi seperti pada hari ini. Jangan menoleh ke Amerika atau Inggris, bukankah mereka yang menyerbu ummat Islam di Irak dan Afghanistan? Panggilah para tentara di Mesir, Syria, Turki, Arab Saudi, dan Pakistan. Di manakah tentara Bangladesh, Negara-negara Teluk, Indonesia dan Libya? Apakah mereka cukup hanya menonton para wanita menjerit meminta pertolongan ketika musuh mengubur anak-anak kecil kami? Apakah kuping mereka tuli hingga tidak bisa mendengar jeritan saudaranya para ikhwan dan akhwat? Bukankah kami memiliki hak untuk makan dan minum dengan selamat dan aman. Bukankah kami juga punya hak untuk tertawa dan hidup dengan memiliki harapan?

Ya, kami lelah. Ketika kami mendengar suara roket dan bom dan melihat pesawat-pesawat yang terbang sangat rendah menghampiri gedung-gedung tempat kami berada, saya berteriak sementara anak-anak dan suami saya merasa putus harapan. Para ikhwan akan tahu seperti apa rasanya ketika merasa putus asa untuk bisa melindungi kehormatan dan kehidupan keluarga Anda. Ada sesuatu yang membunuh dia dari dalam. Kami sering bertanya-tanya kapan mereka akan menjual tanah kami dengan harga murah, apakah serangan ini akan merenggut nyawa seribu atau dua ribu orang. Kami masih menunggu dan melihat. Orang-orang Israel sudah merencanakan di tempat mana mereka akan buat pemukiman baru di Gaza. Seperti inilah keadaan kami.

Tapi dalam semua kejadian ini, tidak ada yang lain selain Allah SWT yang dapat menyelamatkan kami. Jangan lupakan kami karena saat ini Anda semua adalah yang kami miliki. Sedekah anda tidak kami terima, dan ketika mereka membuka perbatasan maka sedekah itu hanya diterima segelintir orang saja yang tidak tahu harus berbuat apa karena akan beresiko bagi hidup kami hanya untuk membeli makanan. Mereka akan membunuh siapapun, siapapun apakah dia adalah anak umur lima tahun yang sedang membawa makanan untuk keluarganya. Kami ingin hidup dari keringat kaum laki-laki kami, bukan dari keringat orang lain karena kami sedang sekarat.

Terus lakukan pekerjaan yang Allah perintahkan dan berdoalah untuk kemenangan yang akan segera datang dan menyelamatkan ummah di segala tempat. InshAllah.

Semoga Allah SWT membuat kami teguh dalam din ini, selama masa perjuangan ini dan selama masa kemudahan. Ya Allah, berilah kemenangan kepada kami segera dan segeralah tegakkan kembali Islam sebagai otoritas yang dengannya kami hidup, Ya Allah, kirimlah kepada kami anak-anak Salahudin, bala tentara Islam untuk menyelamatkan ummat Muhammad SAW dari penindasan di mana kita hidup. Ya Allah lindungilah anak-anak kami dan usirlah kaum zionis dari tanah kami. Ya Allah, hari ini saksikanlah pada hari ini kami telah meminta pertanggung jawaban para pemimpin kami, kami berdoa semoga Engkau segera mengembalikan kepada kami seorang pemimpin sejati, seorang Khalifah. Amin.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Saudaramu Ummu Taqi

Komentar Politik


Komentar Politik : Golput Meningkat, Elit Politik Panik

Ketua MPR Hidayat Nurwahid: ‘Golput akan menjadi sangat kontraproduktif. Sebab, Pemilu menghadirkan anggaran dan sumber daya yang sangat besar’ (Detik.com, 24/7/08)

KOM: Sebelumnya Megawati menyatakan orang golput tidak boleh jadi warga negara Indonesia. Juga, ketua KPU Abdul Hafiz: ‘Golput tidak pernah melahirkan pemimpin yang baik’ (Detik.com, 17/7/08). Terlihat, para pejabat panik dengat fenomena golput. Mestinya, mereka sadar bahwa kepercayaan rakyat pada proses demokrasi tersebut terus turun.

(Lajnah Siyasi HTI)

Golput di Jatim secara keseluruhan sebesar 39,2 persen. Tidak ada pasangan yang meraih lebih dari 30 persen, paling tinggi 25,51 persen (KOMPAS, 24/7)

KOM: Lagi, golput menang. Tambah lag bukti bahwa rakyat makin tidak percaya kepada parpol dan elite.

Minggu, 25 Januari 2009

Refleksi Qu

Ya Allah....
Sang Maha Pencipta
Puluhan tahun hidup telah kami jalani
Dan begitu banyak nikmat dan anugerah
Yang telah engkau berikan kepada kami
Engkau berikan kami nikmat udara, kekayaan alam,
alam semesta beserta isi dan keindahannya
Tanpa kami harus membayar kepada-Mu
Ya Allah...

Wahai dzat yang Maha Melihat
Engkau berikan kepada kami mata
Sehingga kami mampu melihat indahnya alam,
melihat warna-warni bunga,
dengan mata itu pula kami mampu melihat senyum putra-putri kami,
melihat cantik dan tampannya pasangan hidup kami
Ya Basyir...
Kami pun mampu melihat wajah kedua orang tua kami
wajah yang penuh perjuangan,
wajah yang penuh cinta,
dan wajah yang penuh perhatian kepada kami

Wahai dzat yang Maha Mendengar
Engkau berikan kepada kami pendengaran
Sehingga kami mampu mendengar alunan ayat-ayatMu,
kami mampu mendengar merdunya alunan musik,
kami pun mampu mendengar tawa dan canda putra-putri kami
Ya Syamil...
Kami pun mampu mendengar
Percikan ilmu dari guru-guru kami
Sehingga kami mengerti berbagai firman yang Engaku turunkan kepada kami

Wahai dzat yang Maha Hidup
Engkau berikan kepada kami hati, ginjal, paru-paru, jantung, darah,
dan kulit yang membungkus tubuh kami
Sehingga kami mampu menjalani hidup
Seperti saat ini....
Sungguh nikmat-Mu tiada kami mampu menghitungnya
Fa bi ayyi aala irabbi quma tuqassiban
Maka nikmat Tuhan-Mu manakah yang engkau dustakan
Sungguh kami malu kepada-Mu
Ya Allah....
Begitu banyak nikmat yang Engkau anugerahkan kepada kami
namun belum banyak amal sholeh dan kebaikan
yang kami torehkan.
Kekayaan alam yang Engkau berikan kepada kami
Justru kami serahkan kepada musuh-musuh-Mu
Kaum yang ingkar kepada-Mu
Kaum yang justru membunuhi saudara-saudara kami
di Irak, di Afganistan, Uzbekistan, Palestina, dan belahan bumi yang lainnya.

Penglihatan dan pendengaran kami
belum kami gunakan sepenuhnya untuk mendekat kepada-Mu
Ya Allah...
Bahkan mata dan telinga kami
Justru sering kami pergunakan untuk bermaksiat kepada-Mu, Ya Allah
Ya Allah....
Kami mendengar saudara-saudara kami
di Irak dan Palestina, memanggil-manggil kami
dimana kaum muslimin
tolonglah kami, tolonglah kami.
Mereka berteriak meminta pertolongan kami
namun kami tak mampu menolong mereka.
Mereka diperkosa, mereka disiksa,
kehidupan mereka dibuat merana
Sungguh, kami malu kepada mereka
Kami pun akan malu kepada-Mu
Ya Allah...
Karena penglihatan dan pendengaran kami
Seolah tak pernah mendengar rintihan mereka,
tangisan dan derita mereka.
Ya Rabbi....
Telinga kami mendengar firman-Mu
Kuntum Khira Ummah
Kami adalah ummat yang terbaik
Namun saat ini...
Ummat Islam direndahkan
Ummat Islam dihinakan
Ummat Islam identik dengan kebodohan
Ummat Islam identik dengan kemiskinan dan keterbelakangan
kami pun melihat ummat Islam tercerai-berai
menjadi berbagai negeri
padahal Tuhan kami satu
Kitab kami satu, kitab kami satu.
Namun negeri kami beragam
bahkan kami saling bantai,
saling menyerang,
dan saling melemahkan.

Yaa Muqallibal qulub’
Janganlah Engkau jadikan kami orang yang memiliki hati
Tetapi engkau tutup hati kami,
Jangan Engkau jadikan kami orang yang memiliki telinga
Namun kami tak mampu mendengar
Jangan engkau jadikan kami orang yang memiliki penglihatan
Namun kami tak mampu melihat
Duhai dzat yang Maha menghidupkan dan mematikan
Andai Kau cabut nyawa kami hari ini
Dan kemudian Engkau bertanya
Amal sholeh dan prestasi terbaik apa
Yang engkau torehkan dengan semua nikmat dan karunia
Yang telah Aku berikan
Sejujurnya kami bingung menjawabnya
Ya Allah...
Belum banyak amal sholeh dan prestasi yang aku lakukan
Dengan berbagai nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami
Belum ada sesuatu yang bisa kami banggakan di hadapan-Mu, Ya Allah.
Ya Allah...
Kami meminta-Mu surga
Namun amalan kami bukanlah amalan ahli surga
Sungguh kami malu bila amal sholeh kami
Dibandingkan dengan amalan sahabat kami, para sahabat nabi,
Mereka rela mengorbankan harta, tahta, bahkan jiwa,
Demi tegaknya agama-Mu
Kami amat malu bila amal kami dibandingkan
Dengan Umar bin Abdul Aziz
Yang mampu memimpin kaum muslimin dan menghilangkan kemiskinan
di Negeri yang ia pimpin
kami pun malu bila amal kami dibandingkan dengan Thariq bin Ziyad
yang mampu menaklukkan daratan Eropa.
Kami pun malu bila amal kami dibandingkan dengan Sholahuddin Al-Ayyubi
Kami pun malu bila amal kami dibandingkan dengan Muhammad Al-Fatih
Yang mampu menaklukkan Konstantinopel di usianya yang belum 25 Tahun
Sementara apa yang telah kami perbuat
Ketika usia kami sudah lebih 25 tahun
Kami malu Ya Allah...
Kami malu Ya Allah...
Kami malu Ya Allah...

Yaa Allah yang Maha Kuasa
Berikan kami kesempatan
Untuk menorehkan prestasi sebelum Engkau cabut nyawa kami
Berikan kami kemampuan untuk menyatukan negeri-negeri kaum muslimin
Berikan kami kemampuan untuk beramal sholeh
Seperti amal sholeh para sahabat Nabi
Berikan kami kemampuan untuk beramal sholeh
Seperti amal sholeh para pejuang Islam dan amal sholeh para penghuni surga.
Yaa Allah...
Pertemukan kelak kami bersama mereka di surga-Mu
Yaa Allah...
Kami rindu bertemu dengan rasul kami
Kami rindu bertemu dengan Abu Bakar
Kami rindu bertemu dengan Umar bin Khattab
Kami rindu bertemu dengan Usman bin Affan
Kami rindu bertemu dengan Ali bin Abi Thalib
Kami rindu bertemu dengan Umar bin Abdul Aziz
Kami rindu bertemu dengan Muhammad Al-Fatih
Kami pun rindu bertemu dengan inspirator kami Syekh Taqiyuddin An-Nabhani
Pertemukan kami Ya Allah,
Pertemukan kami Ya Allah.

Jumat, 23 Januari 2009

PERLU RE-IDEOLOGI PARTAI ISLAM



“Kembali kepada ideologi Islam secara menyeluruh merupakan perkara yang sangat fundamental bagi parpol Islam saat ini, agar mereka tidak terjebak kedalam pragmatisme politik dalam alam demokrasi.”

Menarik sekali membaca tulisan-tulisan cerdas dalam kolom opini tribun timur beberapa pekan ini, yang memperbincangkan salah satu partai yang dikatakan berbasis islam di Indonesia. Tetapi dalam tulisan kali ini saya tidak bermaksud untuk turut meramaikan perbincangan tersebut tetapi lebih kepada arah untuk menyoroti secara mendalam fenomena partai politik islam saat ini. Apakah dalam aktivitas politik yang mereka lakukan mereka masih berpegang kepada frame ideologi islam secara kaffah ataukah justru telah melenceng dari islam dan mengarah kepada hal yang bersifat pragmatis dalam perjuangannya yakni untuk merebut kekuasaan dan menggunakan kekuasaan yang telah mereka peroleh tidak sebagaimana titah dan perintah Allah SWT dalam Al-Qur’anul Karim untuk menerapkan hukum-hukum Allah dan islam secara kaffah dalam realitas kehidupan, dalam hal ini partai tersebut tidak menjadikan basis perjuangan penerapan syariah islam sebagai modal utama dalam kampanye yang mereka gelar.

Secara pribadi saya sangat cemas melihat berbagai macam partai politik yang berlabel islam saat ini mereka mengatakan bahwa partai mereka adalah partai islam tetapi tidak nampak secara nyata penggelembungan opini dan aktivitas yang mereka lakukan kepada arah penerapan syariah islam. Bahkan kita tidak melihat dalam aktivitas kampanye yang mereka lakukan isu yang mereka usung sebagai prioritas utama adalah perjuangan partai tersebut untuk menegakkan syariah islam, tetapi justru lebih sibuk kepada bahan-bahan kampanye yang sifatnya pragmatis dan tidak tegas sehingga masyarakat kurang dapat menangkap pesan politik yang ingin mereka sampaikan untuk perjuangan penerapan syariah islam. Hal ini menurut saya sangat berbahaya bagi partai islam saat ini karena nantinya islam hanya akan dijadikan sebagai label tanpa ada aktualisasi secara nyata dalam kebijakan partai untuk memperjuangkan islam. Orientasi inilah yang seharusnya menjadi ruh partai islam yang lahir dari adanya proses ideologisasi islam secara matang dalam tubuh partai tersebut. Sehingga saya beranggapan bahwa perlu ada proses Re-ideologi islam didalam tubuh partai islam untuk mengembalikan mereka ke jalan yang benar.

Peran Parpol dalam Islam

Partai politik didefenisikan sebagai suatu kelompok terorganisasi yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai dan cita-cita yang sama. (Miriam Budiardjo, 1992). Tujuan partai politik adalah memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan partai, yaitu fungsi agregasi, edukasi, artikulasi, dan rekruitmen. (Sigmund Neumann, 1981). Dilihat dari pengertian tersebut ada beberapa unsur penting yang ada dalam partai politik, yaitu : orang-orang, ikatan antara mereka hingga terorganisasi menjadi satu kesatuan, serta orientasi, nilai, cita-cita, tujuan dan kebijaksanaan yang sama.

Memang, parpol memiliki fungsi dan tujuan tertentu serta memiliki beragam komposisi dan sifat keanggotaannya. Lebih dari itu, jika dicermati secara intens, dalam islam peran dan tugas parpol sangatlah luas. Pertama: Parpol wajib mengoreksi penguasa. Keberadaan parpol dalam Islam memiliki tugas atau kewajiban sesuai dengan yang ditentukan oleh Allah SWT, yakni mendakwahkan islam dan melakukan amar makruf nahi mungkar. Inilah yang menjadi suatu hal yang perlu dicermati oleh masyarakat Indonesia negeri yang mayoritas muslim ini, apakah selama ini partai politik islam yang ada senantiasa melakukan koreksi terhadap kebijakan penguasa yang bertentangan dengan islam ataukah justru memilih-milih perkara yang mereka koreksi berdasarkan kepentingan partai bukan kepentingan islam. Jikalau kondisi tersebut yang terjadi maka kita dapat memberikan kesimpulan bahwa partai ini haruslah dikembalikan kepada khittah islam yang sesungguhnya yakni sarana komunikasi politik untuk menyalurkan aspirasi yang sesuai dengan syariah. Landasan pijakan dalam aktivitas koreksinya juga harus jelas yakni islam bukan karena kepentingan pragmatis.

Kedua: Parpol dalam Islam harus membina kesadaran politik masyarakat. Setiap peristiwa di tengah masyarakat tidak selalu murni tanpa rekayasa. Sebagian peristiwa boleh jadi by design kelompok tertentu dan untuk kepentingan politik tertentu pula. Dalam ungkapan Benjamin Disraeli, “The world is governed by far different personages from what is imagined by those who are not behind the scenes.” (Dikutip dari Luthfi Hidayat, 2007)

Pada hakikatnya, situasi politik lokal, regional, dan internasional terjadi mengikuti mainstream dari sebuah kebijakan politik. Hal ini sejalan dengan pendekatan ekologis dalam sistem politik yang mengatakan bahwasanya sistem politik dikelilingi oleh lingkungan domestik maupun lingkungan internasional, yang saling mempengaruhi dan dipengaruhi antara satu sama lain. Umat harus mengamati dan memahami semua kejadian tersebut dari sudut pandang islam. Nah, inilah yang dimaksudkan dengan kesadaran politik Islam. Disamping melakukan pembinaan secara umum kepada masyarakat dengan melontarkan ide dan pemikiran tentang ajaran islam. Partai politik islam juga harus merespon berbagai persoalan kemasyarakatan, membongkar persekongkolan dan rekayasa jahat orang-orang kafir terhadap ajaran islam dan kaum muslimin, dan sebagainya. Semua itu merupakan bagian dari tahapan dakwah yang ditempuh oleh Rasulullah SAW dalam aktivitas dakwah politiknya.

Ketiga: Parpol harus berusaha untuk mewujudkan dan menjaga tegaknya islam. Saatnyalah parpol islam tidak hanya terbuai dengan wacana demokrasi dan pemilu yang terbukti hanya fatamorgana. Parpol islam tidak seharusnya menampilkan simbol-simbol partai, jargon-jargon kosong, retorika tanpa makna yang cenderung melenakan umat, atau pidato agitatif yang membius euforia dan histeria massa ketika kampanye. Jika sekedar itu yang banyak dilakukan oleh partai politik islam saat ini maka tidak akan memberi sumbangsih yang besar terhadap kebangkitan islam.

Re-Ideologi Parpol Islam Sebuah Keniscayaan

Kembali kepada ideologi islam secara menyeluruh merupakan perkara yang sangat fundamental bagi parpol islam saat ini, agar mereka tidak terjebak kedalam pragmatisme politik dalam alam demokrasi. Pragmatisme politik justru banyak menghinggapi partai politik islam kontestan pemilu saat ini karena tujuan utama mereka seakan-akan adalah kursi dan jabatan. Untuk menggapai itu semua seluruh daya dan upaya yang dimiliki oleh parpol islam tersebut dikerahkan dan setelah mendapatkan itu semua mereka akhirnya bersikap moderat dan toleran terhadap hal-hal yang bertentangan dengan islam.

Aktivitas partai politik yang berideologi islam seharusnya senantiasa terikat dengan hukum-hukum islam yang menjadi mercusuarnya. Semuanya itu akan dapat berjalan hanya jika partai politik Islam tersebut terdiri dari 3 unsur dan hal inilah yang akan menjadikannya sebagai sebuah partai yang benar-benar ideologis yakni : 1) Fikrah (pemikiran) dan thariqah-nya bersifat ideologis,jelas dan tegas hingga ke bagian-bagian terkecilnya termasuk harus tegas dan lantang menyuarakan penegakan syariat islam dan keinginan mereka untuk menegakkan syariah islam; 2) Bertumpu pada orang-orang yang memiliki kesadaran politik yang benar, memiliki niat yang ikhlas hanya untuk memperjuangkan Islam dan kaum Muslim serta semata-mata hanya mencari keridhaan Allah SWT dalam aktivitas politik yang mereka lakukan; 3) Ikatan yang menjalin para anggota parpol, simpatisan maupun pendukungnya adalah akidah Islam.

Perlu dipahami bahwa hanya dengan keberadaan parpol seperti inilah, umat islam akan meraih kemenangan yang sejati dan persoalan bangsa yang sangat kompleks ini akan dapat terselesaikan secara tuntas dan menyeluruh, yakni dengan keberadaan partai politik Ideologis yang berjuang demi penegakan syariah Islam dan Khilafah yang menjadi tujuan dan cita-cita dari parpol tersebut.

*Penulis : Mahasiswa FISIP UNHAS, Program Studi Ilmu Politik

Aktivis Badan Koordinasi Lembaga Dakwah Kampus

(BKLDK) Daerah Makassar

Selasa, 20 Januari 2009

Ponakan Aku...........




Ponakan aku Generasi Pejuang Syariah dan Khilafah : Muayyidil Haq & Nur Indah Fayca

Senin, 12 Januari 2009

RESOLUSI 1860 BUKTI NYATA PENGECUTNYA PARA PENGUASA NEGERI ISLAM

Pagi hari ini, Resolusi DK PBB No. 1860 tentang serangan biadab terhadap Jalur Gaza telah dikeluarkan. Dalam redaksinya telah digunakan substil politik yang busuk, yang sebelumnya telah digunakan dalam Resolusi PBB No. 242, setelah serangan tahun 1967 M. Pada saat itu dinyatakan, “Harus menarik diri dari tanah…” padahal seharusnya, “Menarik diri dari seluruh tanah.” Tujuannya agar tetap menyisakan ruang untuk negara Yahudi menduduki wilayah yang dikehendakinya!

Begitulah Resolusi ini, yang tidak secara tegas menyatakan, “Harus menarik diri dari Gaza…” sebaliknya hanya menyatakan, “Harus menghentikan pertempuran (gencatan senjata)” yang berujung pada penarikan diri. Tetapi kapan dan bagaimana itu bisa terjadi? Lalu, bagaimana dengan Resolusi yang sengaja masih diliputi kekaburan untuk menghentikan serangan Yahudi, di mana Yahudi tetap tidak akan menghentikan serangan, meski sudah ada sejumlah resolusi yang jauh lebih keras dan tegas?!

Sekalipun sejumlah Resolusi DK PBB tidak pernah bisa menyelesaikan masalah, bahkan sudah sangat banyak resolusi-resolusi seperti ini yang tidak dilaksanakan oleh negara Yahudi… Namun, AS dan sekutunya tetap saja menolak dikeluarkannya resolusi apapun dari DK PBB. Semuanya itu agar bisa memberikan kemudahan yang cukup bagi negara Yahudi untuk menumpahkan darah dalam serangan biadabnya terhadap Gaza, hingga negara Yahudi itu bisa mewujudkan tujuannya.

Karena mengikuti dan membebek kepada AS, para penguasa negeri Muslim itu pun benar-benar patuh pada kemauan AS, dengan senang atau terpaksa, sehingga mereka pun tidak kompak, berselisih satu sama lain, dan tidak ada kata sepakat..

Namun, setelah negara Yahudi menyaksikan perlawanan dahsyat yang harus dihadapi, dan tampak bahwa dengan operasi militernya itu negara Yahudi tidak mampu mewujudkan apa yang ditargetkan, sehingga boleh jadi masalahnya berlarut-larut, sementara pemilihan umum mereka sudah di depan mata, dan mereka pun membutuhkan kondisi “kemenangan”, baik melalui peperangan maupun perdamaian, agar pemilihan umum tersebut bisa berlangsung di sela-sela itu, saat itulah AS aktif sekali mewujudkannya untuk mereka melalui DK PBB, sehingga Condolezza Rice menjadi magnet yang luar biasa dalam bebagai pertemuan dan meeting. Dia pun menggerakkan para penguasa yang menjadi kepanjangan tangannya, sehingga mereka bergegas pergi untuk menemui DK PBB; siang malam mereka bekerja keras dengan penuh semangat.. Mereka itulah yang sebelumnya memandang perlunya membantu Gaza dengan tentara-tentara mereka dengan pandangan bak orang pingsan dari kematian. Padahal andai saja saat itu ada satu atau setengah front pertempuran di sana yang dibuka oleh para penguasa itu, pasti entitas Yahudi itu akan rontok, atau bahkan lenyap tak berbekas..

Melalui resolusi ini, sebenarnya para penguasa (goodfather) itulah yang mewujudkan kepentingan Yahudi yang justru tidak bisa diwujudkan melalui serangan biadab mereka. Resolusi itu akan tetap melanggengkan tentara Israel di Gaza, dan memastikan blokade terhadap Jalur Gaza tetap berlangsung dari sejumlah faktor yang bisa menguatkan dan mempersenjatai mereka. Jangan tertipu dengan penjelasan yang dibungkus dengan indah, tentang dibukanya blokade makanan dari mereka.

Untuk mensosialisasikan resolusi ini, AS sengaja abstain, agar tampak bahwa AS seolah-olah tidak berada di belakang resolusi tersebut, sehingga para penguasa itu pun bisa menunjukkan kemenangan gemilang yang jauh dari pengaruh AS. Mereka sesungguhnya bohong. Setiap orang yang berakal dan mempunyai kesadaran politik pasti tahu, bahwa andai saja AS tidak berada di belakangnya, pasti AS sudah memveto resolusi tersebut.

Wahai seluruh kaum Muslim:

Sungguh tepat sekali apa yang disabdakan oleh manusia jujur dan terpercaya, Nabi saw.:

«إِذَا لَمْ تَسْتَحِ فَاصْنَعْ مَا شِئْتَ»

“Jika Anda sudah tidak mempunyai rasa malu, maka lakukanlah apa saja.” (H.r. Bukhari, Ibn Majah dan Ahmad)

Para penguasa itu melihat Gaza memang harus diluluhlantakkan, di mana darah-darah orang tak bersalah berhak ditumpahkan. Mereka pun tidak menggerakkan tentaranya untuk membantu Gaza. Tidak juga melepaskan satu roket pun dari peluncurnya, bahkan lebih dari itu, justru mereka menghalang-halangi relawan untuk membantu Gaza… Ironisnya, mereka justru bergegas dan berlomba-lomba untuk mengeluarkan sebuah resolusi yang menghalangi Gaza dari akses senjata dan faktor-faktor yang bisa menopang kekuatannya.. Semoga mereka dilaknat oleh Allah; bagaimana mereka sampai bisa berpaling seperti itu?

Siapa pun yang melihat entitas Yahudi, perampas Palestina, dan dia tinggal berdekatan dengan para penguasa itu, pasti tahu persis keberlangsungan eksistensi Yahudi ini benar-benar digadaikan pada keberlangsungan para penguasa itu. Merekalah yang melindunginya, jauh lebih baik daripada melindungi diri mereka sendiri. Bahkan AS dan negara-negara Barat yang lain, yang mendukung entitas ini, tidak akan mempunyai pengaruh apapun, kalau seandainya ada satu saja dari para penguasa itu orang yang waras..

Wahai kaum Muslimin:

Kami telah mengingatkan berkali-kali. Kami ulangi lagi dan kami tambahkan, bahwa siapa saja yang ingin menghancurkan entitas Yahudi dan mengembalikan Palestina secara utuh ke pangkuan negeri Islam, maka dia harus berjuang untuk mewujudkan seorang penguasa yang ikhlas, negara yang benar, yaitu Khilafah Rasyidah. Sebab, seorang imam (pemimpin) itu bagaikan perisai, di mana orang berperang di belakangnya, dan kepadanya mereka berlindung, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Nabi saw. Pada saat itulah, negara Yahudi itu tidak akan pernah lagi ada, bahkan negara-negara Kafir penjajah yang jauh lebih kuat dan digdaya ketimbang entitas Yahudi pun akan dihinadinakan.

Allah berfirman:

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَن كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ

“Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Q.s. Qaf [50]: 37)

13 Muharram 1430 H

9 Januari 2009 M

Hizbut Tahrir

Minggu, 11 Januari 2009

MELACAK POSITIONING PARPOL ISLAM DAN IDE SYARIAH DALAM TREND POLITIK INDONESIA MENUJU PEMILU 2009

Fenomena golput di Indonesia tentu ironis, mengingat: (1) Indonesia baru saja mendapat predikat sebagai ‘juara demokrasi’ dan mendapat puja-puji internasional sebagai salah satu negara paling demokratis, setelah sukses melangsungkan Pemilu 2004. (2) Biaya yang dikeluarkan selama lima tahun terakhir dalam penyelenggaraan pemilu langsung, menurut penelitian LIPI, mencapai lebih dari Rp 400 triliun. (3) Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang menyelenggarakan pemilu langsung terbanyak, yakni 160 pilkada pada tahun 2008 atau 3 hari sekali.
Yang lebih ironis dari sekadar golput, pemilu langsung yang menghabiskan ratusan triliun rupiah itu menghasilkan banyak para wakil rakyat dan kepala daerah yang korup dan bermasalah. Sudah terlalu sering media kita mempublikasikan para pejabat dan wakil rakyat yang korup di seluruh daerah di Indonesia. Bahkan menurut catatan Kompas, pemerintahan dari Aceh hingga Papua sudah terjerat korupsi, tanpa kecuali.
Kita jadi bertanya, apa sesungguhnya yang sedang terjadi di negeri ini? Mengapa rakyat cenderung apatis dengan Pemilu/Pilkada? Mengapa pula demokrasi tak kunjung mensejahterakan rakyat? Apa sebetulnya yang dikehendaki oleh mayoritas masyarakat kita yang sering dikatakan sebagai ‘massa mengambang’? Bagaimana pula nasib partai-partai Islam ke depan? Yang lebih penting lagi, bagaimana peluang dan tantangan perjuangan penerapan syariah Islam di Indonesia ke depan terkait dengan semakin apatisnya rakyat terhadap ‘pesta demokrasi’?
Menjelang pemilihan umum (Pemilu) 2009 tidak sedikit masyarakat yang cenderung bersikap apatis. Menurut survei, ada 69,0% masyarakat tidak merasa dekat dengan salah satu partai politik. Hanya 24,3% saja yang merasa dekat dengan partai politik tertentu. Artinya, sekitar 76% merupakan massa mengambang yang dapat menentukan pilihan kemana-mana (Indo Barometer, Juli 2008).
Massa mengambang seperti ini dapat berubah-ubah. Persoalannya adalah bagaimana meraih massa mengambang ini hingga mendukung partai Islam ideologis.
Faktor Penyebab Terjadinya Golput
Mengapa fenomena golput dan massa mengambang terjadi demikian besar? Pertanyaan ini penting untuk dijawab. Sebab, sejatinya, alternatif pilihan masyarakat saat ini adalah partai-partai Islam, tetapi ternyata tidak.
Siapapun yang mengikuti dinamika masyarakat kekinian akan menemukan beberapa faktor penyebab tersebut.
Pertama: kegagalan partai dalam berpihak kepada masyarakat. Keinginan masyarakat pada partai yang benar-benar memperjuangkan aspirasi Islam sangat ditunggu-tunggu. Survei yang
dilakukan oleh Roy Morgan Research pada awal 2008, melibatkan 8.000 responden
dari seluruh negeri, menemukan bahwa 52 persen orang Indonesia mengatakan bahwa
syariah Islam harus diterapkan di wilayah mereka. Pada survei yang lain yang diadakan oleh aktivis gerakan nasionalis pada 2006, sebanyak 80 persen mahasiswa memilih syariah sebagai pandangan hidup berbangsa dan bernegara. Penelitian tahun 2003 oleh PPIM-UIN Jakarta menggambarkan 74% masyarakat Indonesia menghendaki penerapan syariah Islam. Bahkan tahun 2008 hasil penelitian SEM-Institute menunjukkan rakyat yang setuju dengan penerapan syariah Islam di Indonesia mencapat 83%.
Namun, mengapa keinginan kuat terhadap syariah ini tidak mewujud dalam
dukungan terhadap partai politik Islam? Ternyata, penelitian Indo Barometer
(2008) menunjukkan persepsi masyarakat bahwa tidak ada bedanya partai Islam
dengan partai lain (43,3%), dan perilaku elit/pengurus dari partai Islam sama
dengan partai lain yang bukan dari partai Islam (34,8%). Wakil-wakil rakyat di
DPR pada periode ini menunjukkan perilaku yang mirip dengan wakil rakyat dari
partai sekular. Pembelaan wakil rakyat terhadap kepentingan umat Islam tidak
tampak. Justru sebaliknya, terbaca oleh masyarakat, partai-partai yang ada, tak
terkecuali partai Islam, hanya menjadikan parlemen sebagai ajang untuk mencari
penghidupan dan berebut kue kekuasaan. Kalangan DPR, termasuk dari partai Islam
justru setuju dengan kenaikan harga BBM. Ketika masyarakat teriak-teriak antri
minyak tanah dan harga sembilan kebutuhan pokok melambung, kebanyakan para
wakil rakyat hanya diam.
Kedua: kegagalan pendidikan politik ideologis. Hal ini adalah akibat politik pragmatisme yang
menguasai kancah perpolitikan saat ini. Sikap pragmatis bukan menguntungkan
umat Islam dan partai Islam, justru merugikan. Pragmatisme akan mendegradasi
tujuan dan cita-cita perjuangan Islam. Siapapun tak dapat menyangkal, pragmatisme
berarti harus merelakan diri menyesuaikan diri dengan keadaan/fakta; artinya
melepaskan nilai-nilai dasar perjuangan dan ideologi partai yang telah
digariskan. Karakter dasar partai Islam akan luntur. Memang bisa saja berdalih,
itu semua masih dalam koridor Islam. Namun, dalih ini sebenarnya hanya pemanis
mulut, bukan arus utama.
Proses pendidikan politik masyarakat tidak berjalan. Apa yang dilihat oleh masyarakat hanyalah dagelan elit politik. Partai-partai hanya menyapa rakyat ketika akan Pemilu atau Pilkada. Kaderisasi, penanaman Islam sebagai way of life, dan pemikiran politik tidak tergarap. Sumberdaya hanya dikerahkan demi suara. Wajar belaka jika kesadaran politik rakyat tidak meningkat.
Ketiga: pembusukan citra partai Islam. Tidak dapat dipungkiri, ada upaya untuk mencitraburukkan
partai Islam. Hal sederhana, masalah poligami dipolitisasi sedemikian rupa
sehingga seakan-akan pelakunya berbuat kriminal. Belum lagi, isu kekerasan
terus dilekatkan pada gerakan/lembaga dan partai Islam. Untuk menghindari hal
tersebut, bergeraklah partai Islam untuk meninggalkan ideologi Islam, citra
Islam, bahkan simbol-simbol Islam. Alih-alih bersifar ofensif menawarkan Islam
sebagai solusi, justru sibuk cuci-tangan terhadap pelekatan Islam pada dirinya.
Sudah dapat ditebak, partai Islam pun tinggal sekadar nama.
Keempat: skandal politisi. Sudah menjadi rahasia umum citra politisi baik DPR maupun pejabat pemerintah, jeblok di mata masyarakat.DPR dilanda skandal seks sebagian anggotanya; kasus suap dan gratifikasi yang begitu telanjang dilakukan anggota DPR. Tingkat kesadaran anggota DPR melaporkan gratifikasi hanya 1,9%. Main-mata dalam setiap pembuatan undang-undang bukan rahasia lagi. Semua ini bukan hanya melibatkan partai sekular. Partai yang menamakan dirinya Islam sekalipun ada yang terlibat di dalamnya. Lembaga Survei Indonesia menyebutkan kepuasan publik terhadap pemerintah dalam 3 tahun terakhir turun, dan kepercayaan rakyat terhadap DPR
pun di bawah 50%.

Partai Islam dan Sikap Masyarakat
Dalam konstelasi politik Indonesia, polarisasi partai politik yang paling menonjol adalah antara partai Islam dan partai nasionalis. Dalam dunia akademik, biasanya definisi partai Islam itu dibagi menjadi tiga. Pertama, partai yang menganut asas Islam (dan tentu basis massanya adalah Islam) seperti PPP, PKS, PBB, dan PBR. Kedua, partai yang tidak menganut asas Islam tetapi berbasis massa Islam seperti PKB dan PAN. Ketiga, definisi yang tidak memisahkan keduanya. Artinya, yang disebut partai Islam mencakup baik yang berasas Islam maupun tidak berasas Islam namun berbasis massa Islam. Lantas, bagaimana publik Indonesia memaknai partai Islam? Apa definisi partai Islam menurut publik Indonesia?
Survei Indo Barometer mengajukan pertanyaan terbuka kepada publik Indonesia tentang pengertian dari partai Islam. Ternyata jawaban tertinggi adalah partai yang berasaskan Islam (28,3%); partai yang mayoritas pemilihnya Islam (24,2%), partai yang didirikan ormas Islam (15,8%), dan partai yang pengurusnya seluruhnya orang Islam (5,8%).
Masalahnya, dari hasil survey Indo Barometer, ternyata persepsi masyarakat terhadap partai Islam tidak terlalu berbeda dengan partai nasionalis, baik dalam hal partai maupun perilaku elit/pengurusnya. Tidak kalah menarik adalah tingkat penerimaan publik umum Indonesia yang hampir sama terhadap partai manapun yang menang Pemilu, lepas dari latar belakang atau labelnya, baik partai Islam maupun nasionalis.
Secara umum menjelang penyelenggaraan Pemilu ketiga 2009, wajah partai politik, termasuk berlabel Islam, belum juga menampilkan pembaruan berarti. Sembilan tahun lepas dari hegemoni negara tampaknya belum menjadi tempo yang cukup bagi parpol untuk berbenah. Setelah dua kali masa Pemilu (Pemilu 1999 dan 2004) ada kecenderungan kian terkikisnya pandangan positif publik terhadap parpol. Bahkan kini muncul sikap pragmatis masyarakat terhadap parpol.
Meski bermunculan parpol baru, masyarakat menganggap parpol, baik yang baru maupun yang sudah mapan, belum mampu memenuhi aspirasi masyarakat. Masyarakat yang berharap usai Pemilu keadaan akan berubah harus kecewa berat. Janji-janji muluk yang dilontarkan semasa kampanye ternyata tinggal janji.
Kondisi tersebut terungkap dalam survei Indo Barometer. Jangan kaget, publik justru menganggap peran parpol paling menonjol adalah memperjuangkan kepentingan partai dan pengurus partai itu sendiri (18,3%); disusul memperebutkan kekuasaan di pemerintahan (18,3%).
Adapun peran positif seperti pendidikan politik dan kaderisasi kepemimpinan persentasenya hanya secuil; masing-masing 7,5% dan 2,6%. “Mereka yang tidak puas menilai parpol tidak pernah memperjuangkan kepentingan rakyat, kerja parpol tidak dirasakan rakyat, dan parpol tidak bermanfaat,” ujar M. Qodari.
Di sisi lain, kiprah parpol sebagai entitas politik lebih mencitrakan sebagai sebuah satuan politik untuk mencapai kekuasaan atau bentuk-bentuk keuntungan materi lainnya daripada sebagai saluran kehendak umum. Bahkan seiring era Pilkada, peran parpol yang asal mencari menang kian terlihat. Koalisi antarparpol yang berseberangan ideologi atau beradu kepentingan di tingkat pusat, pudar di daerah, menjadi kendaraan politik untuk memenangkan calon yang dimajukan.
Lebih menyedihkan lagi, peran parpol sejak tahap pengorganisasian internal, penyerapan dan pelaksanaan aspirasi masyarakat, sampai dengan kemampuan mereka dalam mengambil jarak terhadap kebijakan Pemerintah sebagai pengoreksi juga sangat rendah. Yang terjadi, parpol malah menjadi pemberi stempel dengan melegitimasi kepentingan penguasa. Lebih parah lagi, beberapa parpol justru menjadi kaki tangan kepentingan asing dengan menngesahkan UU Migas, UU Penanaman Modal, UU SDA, UU Parpol.
Akibat semua itu sangat wajar jika kini semakin banyak masyarakat yang lebih senang berdiam di rumah atau mengerjakan hal lain ketimbang datang ke tempat pemungutan suara. Fenomena ini bisa menjadi bukti telah terjadi krisis kepercayaan di dalam diri masyarakat terhadap parpol.

Positioning Partai Politik Islam Ideologis dalam Menggarap Masyarakat
Masyarakat mulai apatis. Partai-partai yang ada sulit dijadikan harapan. Ada satu yang harus dilakukan, yakni bagaimana menggarap massa seperti itu hingga benar-benar menjadi pendukung dan benteng perjuangan Islam.
Ada beberapa hal yang segera harus dilakukan. Pertama: memperkuat partai ideologis. Partai ideologis (hizb[un] mabda’i) merupakan partai yang berbasis akidah islamiyah dan memperjuangkan syariah Islam sebagai konsekuensi dari akidah tersebut, sebagai perwujudan dari QS Ali ’Imran ayat
104. Ideologinya Islam. Jalan yang ditempuhnya jalan Rasulullah saw. dan para
Sahabat. Arah perjuangannya menegakkan hukum Allah Swt. (syariah Islam).
Tujuannya adalah melanjutkan kehidupan Islam (isti’nâf hayât al-islâmiyyah).
Metode pelaksanaannya memerlukan sistem kehidupan yang utuh dan menyatu
sebagaimana yang dicontohkan Nabi saw. dan diwariskan oleh para Sahabat, yakni
sistem Khilafah, tempat bersatunya kaum Muslim. Partai seperti ini merupakan
entitas yang bergerak dan berjuang di tengah-tengah masyarakat dan bersama-sama
dengan mereka.
Kedua: memperkuat konsistensi metode (tharîqah) perjuangan yang ditempuh. Tharîqah bersifat tetap. Jika melihat sirah Rasulullah Muhammad saw., jelas bahwa tharîqah yang ditempuhnya diawali dengan kaderisasi/pembinaan umat (tatsqîf al-ummah). Ada dua pembinaan
yang beliau lakukan, kaderisasi dan pembinaan umum di bukit Shafa, undangan
makan, di kebun-kebun kurma, dll. Hasilnya: munculnya kader-kader pejuang
sekaligus terbentuknya opini umum di tengah masyarakat, yang memiliki kesadaran
umum tentang pentingnya penegakkan Islam sebagai pengganti sistem buruk yang
selama ini menzalimi rakyat. Perjuangan Islam haruslah berbasis kesadaran umat
akan kewajiban memperjuangkan Islam, bukan kerelaan memberikan suara saat
Pemilu.
Ketiga: berjuang untuk kepentingan umat. Partai dibuat untuk membela kepentingan rakyat. Tanpa pembelaan terhadap kepentingan mereka seperti dalam persoalan BBM, harga sembako, pendidikan, pupuk petani, nelayan, dll; berarti partai telah kehilangan ruhnya.
Keempat: membangun nafsiyah aktivis partai. Partai Islam ideologis merupakan partai yang ditopang oleh para aktivis yang takut kepada Allah, tidak terdorong melakukan kemaksiatan, rajin ibadahnya, besar pengorbanannya, mendudukkan partai bukan untuk cari makan tetapi tempat
memperjuangkan Islam, selalu terikat dengan hukum syariah, dll hingga benar-benar menjadi suri teladan.
Kelima: memperkuat edukasi politik kepada umat tentang syariah dan Khilafah. Rakyat sudah apatis. Saatnya mendidik mereka dengan akidah dan syariah dari Allah Swt. Pembinaan syariah dan penyatuan umat ke dalam Khilafah menjadi sebuah keniscayaan. Sebab, disitulah solusinya.
Setiap komponen umat penting melakukan penyadaran Islam. Massa mengambang harus berubah menjadi massa pendukung Islam. Insya Allah.

Penulis : Danial Darwis
(Mahasiswa FISIP UNHAS, Program Studi Ilmu Politik)

BAHAYA PRAGMATISME POLITIK

“Kita harus realistis”. Begitulah kalimat yang sering diucapkan oleh para analis dan politikus dalam kancah perpolitikan negeri ini. Sepintas kalimat itu biasa saja. Padahal kalau kita cermati secara lebih mendalam, kalimat tersebut membawa suatu implikasi yang sifatnya sangat mendasar. “Kita harus realistis” kemudian menjadi suatu argumentasi dalam setiap tindakan politik, yang selanjutnya menimbulkan sikap pragmatis dalam kancah politik. Hal yang menonjol dalam sikap pragmatis ini dapat berupa ketundukan pada realita (kenyataan) walaupun sebenarnya realitas tersebut adalah sebuah kerusakan tetapi karena dianggap sebagai sebuah realitas yang terjadi maka hal tersebut dianggap benar dan tidak dapat dirubah lagi. Sehingga seakan-akan realitas menjadi dalil pembenaran tanpa melihat benar atau salahnya. Selanjutnya adalah kemanfaatan, sikap pragmatisme sering mengacu kepada kemanfaatan (kepentingan) sesaat, tidak peduli bahwa hal tersebut bertentangan dengan idealisme awal. Dengan alasan kemanfaatan yang diperoleh, yang salah kemudian dibenarkan.
Sikap-sikap pragmatis diatas dapat terlihat jelas dalam pentas politik di Indonesia menjelang pemilu, kendati sikap tersebut sebenarnya dapat juga kita lihat dalam pola perilaku politik masyarakat sehari-hari. Jauh hari sebelum pemilu digelar muncul partai-partai politik baru (baik sekular maupun islam) guna meraih kekuasaan. Mereka tidak peduli, apakah jalan yang ditempuh benar atau salah. Hampir semuanya (termasuk partai-partai islam) beranggapan, inilah salah satunya jalan untuk mengubah keadaan, tidak ada jalan lain.
Bentuk-bentuk pragmatisme lain tampak ketika agama dijadikan alat justifikasi perilaku politik. Saat menjelang pemilu, banyak pihak yang ingin mendapatkan legitimasi agama untuk kemenangannya. Para politisi pun banyak mendatangi pesantren dan merangkul ulama. Padahal, para politisi ini sebelumnya sangat getol mengatakan agama jangan dibawa-bawa ke dalam urusan politik. Muncul pula sikap pragmatisme politik dalam koalisi partai. Meraka dihadapkan pada kenyataan bahwa tidak ada partai yang menang mutlak sehingga dengan penuh percaya diri mereka mengajukan calon presiden. Karena itu, realita mengharuskan mereka untuk berkoalisi. Mau tidak mau, beberapa partai bersatu tanpa memperhatikan lagi sekat-sekat ideologis yang ada. Visi dan misi serta platform partai yang digembar-gemborkan dalam kampanye seolah tidak berarti apa-apa.
Pragmatisme Dunia Politik
Iklim persaingan yang semakin tinggi membuat para aktor politik mudah sekali terjebak dalam pragmatisme politik. Pragmatisme politik itu sendiri merupakan orientasi jangka pendek dari para aktor politik untuk dapat memenangkan persaingan politik. Seringkali orientasi jangka pendek ini membawa para aktor politik ke arah sikap yang lebih mementingkan tujuan untuk “berkuasa” ketimbang apa saja yang akan dilakukan setelah “berkuasa”. Inilah sikap yang menjadikan berkuasa sebagai tujuan akhir dan bukannya melakukan pembaharuan kebijakan publik sebagai hasil dari berkuasa itu. Hal ini mengusung implikasi ditabraknya etika, moralitas, aturan main, janji politik dan ideologi partai hanya untuk mengamankan posisi politik mereka.
Tentunya sikap pragmatisme politik yang bertujuan jangka pendek ini sebaiknya ditinggalkan oleh partai politik manapun. Tidak jarang, karena sikap tersebut kepentingan partai dan golongan lebih diutamakan dibandingkan dengan kepentingan masyarakat. Yang penting terpilih atau yang penting partai menang. Prinsip seperti ini membuat kepentingan yang lebih luas niscaya terabaikan. Kepragmatisan dunia politik membuat prinsip serba instan dan cepat menjadi prinsip utama. Semuanya dikarbit. Calon dan partai baru diorbitkan untuk menjadi cepat terkenal dan populer dikalangan masyarakat dan media massa. Popularitas dijadikan tolak ukur utama suatu keberhasilan. Orang yang berkualitas tetapi tidak dalam lingkaran kekuasaan pun menjadi tersisih. Sebaliknya mereka yang berada dalam posisi pusat perhatian media massa seperti penyanyi, pelawak dan artis sinetron menjadi rebutan partai-partai politik. Semakin besar jumlah penggemar, semakin tinggi pula nilai jual selebritis bersangkutan. Kenyataan ini membuat dunia politik menjadi sepi ideologi dan ramai dengan hura-hura para tokoh selebritis.
Pragmatisme politik menyebabkan politik menjadi sangat instan dan tanpa pembekalan. Asal mereka terkenal sudah cukup menjadi sumber daya untuk terjun ke dunia politik. Alhasil, popularitas dan ketenaran menjadi syarat nomor satu. Sulit ditemukan kaderisasi yang terpadu dan terencana di dalam dunia politik di Indonesia masa kini. Sehingga tidaklah mengherankan apabila seringkali kita jumpai banyak sekali artis yang akhirnya digandeng oleh suatu partai politik untuk terlibat dalam kegiatan politiknya. Salah satu tujuan dari cara ini adalah menggunakan dan memanfaatkan popularitas yang dimilki oleh si artis untuk menarik massa. Sayang, cara ini tidak diimbangi dengan analisis tentang kemampuan politik para artis. Ini bukan masalah, yang penting artis tersebut dapat menarik perhatian masyarakat. Inilah bukti pragmatisme politik yang sangat akut mengikat partai politik saat ini, sehingga yang terbentuk hanya politik permukaan saja yang tidak pernah menyentuh substansi politik itu sendiri.
Implikasi Buruk Pragmatisme
Ide dasar pragmatisme yang menekankan semata-mata pada realita dan kemanfaatan sesaat menimbulkan sikap inkonsistensi pada penganutnya. Sikap pragmatis cenderung menggunakan segala macam cara untuk mewujudkan suatu kepentingan dengan mengabaikan prinsip-prinsip kebenaran, kebaikan, dan kepantasan. Walhasil, sikap pragmatis ini tidak akan pernah menyelesaikan persoalan secara menyeluruh karena pengusung-pengusungnyahanya melihat kepentingan jangka pendek yang menguntungkan diri atau kelompoknya. Bermanfaat dan menguntungkan bukan berarti benar, tetapi hanya sekedar memuaskan naluriahnya. Disinilah sikap plin-plan dan tidak punya pendirian sangat jelas terlihat. Begitu kemanfaatan jangka pendek hilang, mereka akan mencari kemanfaatan yang lain. Akhirnya, persoalan utama yang dihadapi masyarakat tidak akan pernah terselesaikan. Lagi-lagi rakyatlah yang akan menjadi korban. Politik kemudian hanya sekedar alat untuk melestarikan kepentingan elit politik, bukan untuk rakyat.
Karena itu, bukan suatu hal yang aneh pula jika kemudian ada partai-partai Islam yang rela mengorbankan idealisme islam demi kepentingan kekuasaan. Suara Islam yang sebelumnya digemakan dalam kampanye lenyap begitu saja saat pragmatisme muncul. Deal-deal yang muncul hanyalah siapa memperoleh apa. Perbedaan ideologi, paham, platform, visi dan misi tidak lagi diperhatikan. Partai islam bisa bergabung dengan partai sekular sekalipun tanpa rasa berdosa dengan dalih sama-sama memperjuangkan perbaikan. Oleh karena itu, sikap pragmatisme politik bisa mencederai agama yang menjadi landasan eksistensi partai-partai islam.
Yang lebih buruk lagi, pragmatisme politik partai-partai islam bisa menimbulkan citra (image) buruk pada islam itu sendiri dan pada partai islam hakiki yang benar-benar memperjuangkan islam. Bukan tidak mungkin masyarakat akan semakin skeptis terhadap partai politik islam dengan menganggap politik islam itu kotor, buruk, menipu penuh manipulasi, dan penuh siasat buruk. Kalau ini terjadi, sungguh sangat berbahaya bagi umat islam.
Akibat dari pragmatisme politik tersebut sangat buruk, sehingga tidak mengherankan jika dunia politik di Indonesia sepi dengan hal-hal yang bersifat ideologis bahkan ideologi dianggap tidak memiliki sebuah arti dalam tubuh partai politik. Padahal dari faktor ideologi semuanya berangkat. Bagaimana partai politik membangun visi dan misi, strategi jangka panjang, program kerja, semuanya terkait dengan ideologi partai. Tidak adanya niat dan tekanan publik akan pentingnya ideologi ini juga akan menyulitkan pemilih dalam memberikan posisi bagi masing-masing partai politik. Karena, pada akhirnya tidak ada perbedaan yang cukup signifikan dalam hal program kerja antara satu partai dengan partai lainnya.
Gejala macam inilah yang terlihat nyata dalam kehidupan partai politik di negeri kita. Marilah kita mencoba membedakan antara Golkar dengan PDIP atau Partai Demokrat. Bahkan coba sebutkan perbedaan antara PPP dengan Golkar, padahal yang satu tergolong sebagai partai berbasis agama sedangkan yang lain mengkalim dirinya sebagai partai nasionalis. Partai seakan-akan hanyalah komoditi dan sebatas kendaraan politik yang bisa dibuat untuk dijual tanpa perlu pikir panjang. Yang penting ada peluang untuk berkuasa.
Oleh sebab itu saatnya mengakhiri pragmatisme semu dalam berpolitik yang hanya mementingkan aspek meraih kekuasaan semata tanpa memikirkan bagaimana kekuasaan tersebut digunakan untuk kepentingan rakyat. Dalam politik kekuasaan memang merupakan suatu hal yang harus dimiliki tetapi kekuasaan ini tidak seharusnya digunakan untuk kepentingan jangka pendek tetapi digunakan sebaik mungkin untuk kepentingan yang bersifat umum, yakni bagaimana kekuasaan tersebut dimanfaatkan semaksimal mungkin demi terciptanya kesejahteraan ditengah masyarakat. Semuanya itu tidak akan tercipta tanpa perubahan sistem politik dan kenegaraan.

Penulis : Danial Darwis
(Mahasiswa FISIP UNHAS, Program Studi Ilmu Politik)