Jumat, 24 Februari 2012

Pemerintah Perlu Netralisir Ketegangan Sosial

Ekspresi ketidakpuasan masyarakat berujung pada pola kekerasan massal yang selalu melibatkan kelompok warga, aparat kepolisian dan kelompok korporasi bisnis. Fenomena sosial tersebut menunjukkan bahwa klaim pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 6% tidak menyentuh kaum marjinal.

Oleh karenanya, pemerintah perlu menetralisir ketegangan dan intensitas kekerasan massal yang terjadi dengan menggunakan cara-cara yang elok.

Koordinator Kontras Haris Azhar mengatakan corak ekspresi ketidakpuasan warga Indonesia terjadi akibat pilihan politik dan kebijakan diskriminatif pemerintahan pusat, khususnya dalam pendistribusian hak-hak ekonomi, sosial dan politik warga.

"Lebih jauh ini menunjukkan bahwa selama ini ada kemandekan kemampuan lembaga-lembaga negara dalam pelayanan publik, lembaga keamanan dan hukum tidak profesional," ucap Haris di Jakarta, Sabtu (28/1).

Lembaga politik seperti DPR, kata Haris, hanya jadi pengimbang kebijakan pemerintah sembari mengamini berbagai pernyataan pemerintah diruang-ruang RDPU (Rapat Dengar Pendapat Umum).

"Secara ekonomis, ekspresi masyarakat dengan berbagai fenomena sosial menunjukkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia sebanyak 6% tidak menjamin hak-hak masyarakat miskin dan marjinal," ujar Haris.

Lampung, Bima dan Papua merupakan titik-titik kekerasan massal yang saat ini sedang terjadi. Hal demikian juga terjadi di Bali dan Ambon.

Kontras, lanjutnya, meminta kepada pemerintah dan seluruh aparat penegak hukum untuk tidak gegabah dalam merespons gesekan atau amuk sosial di tengah masyarakat.

"Keputusan untuk memobilisasi pasukan keamanan ketimbang mendahulukan upaya dialog konstruktif, berpotensi untuk memperluas lokus (lokasi) kekerasan," katanya.

Resolusi konflik dan kekerasan, lanjut Haris, dapat ditempuh dengan mengembangkan modal sosial untuk menetralisir ketegangan sosial (social distrust) di tengah masyarakat.

"Modal sosial bisa dirintis dengan melakukan proses dialog partisipatif, mendengar persoalan dan masukan dari publik, diikuti dengan implementasi komitmen tinggi pemerintah untuk menyelesaikan persoalan bangsa," katanya.

DPR RI juga dapat berperan sebagai pihak yang melakukan kontrol kebijakan resolusi konflik dan kekerasan. Pelibatan Komnas HAM untuk menyosialisasikan nilai-nilai HAM dan perdamaian juga penting.

"Selain itu, pemerintah juga bisa mendorong inisiatif-inisiatif perdamaian lokal, yang kontekstual dengan kondisi historis-sosiologis masyarakat berada," ujar Haris

Tidak ada komentar:

Posting Komentar